Kasus Suap Proyek Meikarta
MAMAKOTA,- Anggota DPRD Kabupaten Bekasi diduga menerima suap terkait pembahasan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk mengakomodasi proyek Meikarta.
Hal itu diungkapkan Neneng Rahmi, mantan Kepala Bidang Penataan Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang(PUPR) Kabupaten Bekasi. **Baca juga: Menang Lawan Pengusaha Mal, Anies Baswedan Dijuluki ”Goodbener”
Neneng mengungkapkan, Henry Lincoln, Sekretaris Dinas PUPR pernah memberitahu mengenai permintaan uang dari pihak legislatif. Menurut Henry, Wakil Ketua DPRD Mustakim sempat membisiki “pelicin” pembahasan RDTR.
Menyikapi permintaan uang itu, Henry menyuruh Neneng menyediakan uang dan memberikannya kepada anggota dewan. “Alur pemberian uang itu bertahap Rp 200 juta, Rp 300 juta, Rp 200 juta dan Rp 300 juta, total Rp 1 miliar,” ungkap Neneng pada sidang perkara suap perizinan proyek Meikarta.
Neneng menjelaskan, pemberian uang tahap pertama hingga ketiga berasal dari Henry. Neneng mengaku memberikan Rp 300 juta langsung kepada Mustakim. **Baca juga: Pengamat: Hakim Seharusnya Perintahkan JPU Tahan Hasto
Tak hanya itu, anggota DPRD juga diberi fasilitas liburan ke Thailand. Totalnya sebanyak 29 orang yang ikut rombongan pelesiran itu. Biayanya Rp 284.715.000.
Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar yang dihadirkan sebagai saksi mengaku pernah menerima uang Rp 75 juta dari Mustakim. “Saya baru tahu setelah KPK memberi tahu terkait uang itu. Makanya saya kembalikan.”
Sementara Mustakim saat dihadirkan di sidang mengaku hanya menerima Rp 300 juta dari Neneng. Ia membantah menerima uang Rp 700 juta yang berasal dari Henry.
Uang dari Neneng lalu dibagi rata empat pimpinan dewan. Masing-masing dapat Rp75 juta. “Saya baru tahu dari penyidik bahwa itu berkaitan dengan Meikarta. Maka saya kembalikan Rp 75 juta dari Bu Neneng Rahmi dan Rp 30 juta perjalanan ke Thailand. Total (dikembalikan) Rp 105 juta.”
Sebanyak 21 anggota dewan yang dihadirkan sebagai saksi mengaku telah mengembalikan uang ke KPK. Lembaga antirasuah tidak melanjutkan dugaan suap ini. Padahal, dalam UU Tindak Pidana Korupsi pengembalian uang tidak menghapus pidana. (*/RM)